Terkadang, satu kalimat nasihat bisa dimaknai dengan arti yang berbeda oleh orang yang sama di waktu yang berbeda, salah satu contohnya adalah nasihat untuk menjaga jarak dengan lawan jenis yang bukan mahram.
Ketika di madrasah, aku berkali-kali diingatkan untuk menjaga jarak dengan lawan jenis yang bukan mahram. Alasan utamanya karena perintah agama. Luckily, lingkungan sekitar pun mendukung untuk menjaga jarak dengan lawan jenis. Berkomunikasi hanya sebatas keperluan saja. That's it, aku tidak mempertanyakan hal tersebut lebih lanjut, pun tidak ada pemaknaan yang berarti terkait nasihat tersebut.
Tetapi, nasihat itu menjadi sangat bermakna pada tahun lalu, ketika seorang ustadzah menasihati dalam suatu forum. Nasihat tersebut sangat masuk ke hati dan pikiran, terutama ketika ustadzah mengucapkan kalimat "Menjaga jarak dengan lawan jenis non mahram yang kamu kenal contohnya sesimpel menghindari boncengan, walaupun itu temanmu yang kamu kenal. Karena kadang rasa suka timbul dari boncengan".
Mak jleb, aku merasa tertohok, tersungging, dan teriris di saat yang bersamaan. Jelas saja karena aku pernah mengalaminya sendiri.
"Bukan berarti rasa suka itu dilarang, tapi bagaimana kita mengatur rasa suka itu dalam koridor yang tepat sesuai dengan ajaran agama", tambah ustadzah. Aku mengiyakan nasihat itu dengan rasa malu dalam hati, karena terkadang, yang membuat hubungan terhadap lawan jenis menjadi runyam ada pada bagian "mengatur rasa suka" itu.
Memang dalam Islam, disebutkan bahwa ketika seorang sudah mampu menikah, maka menikahlah. Jika belum mampu, maka hendaknya orang tersebut berpuasa. Secara pribadi, bukan dalam kapabilitasku untuk menuliskan tafsirnya disini, tapi menurut pendapatku, maksud puasa disini adalah menahan hawa nafsu. Lebih tepatnya, menahan diri dari impian-impian dan harapan akan cinta yang bukan hak kita dari lawan jenis. Tetapi kadang sebagai manusia penuh dosa, impian dan harapan ini sulit dikendalikan. Jatuhnya jadi tarik ulur, sekarang intens ngechat, besok kemudian menjauh.
Kalau kita perhatikan dalam konteks bermasyarakat, memang interaksi antara lawan jenis sangat sulit untuk dihindari. Kondisi ini membuat kita (seharusnya) pandai menjaga perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain. Kalau kata orang-orang, sebenarnya cara mudah untuk menjaga perasaan terhadap lawan jenis itu adalah dengan jangan berharap lebih. Tapi memang praktiknya yang susah. Seringkali meninggalkan kita dalam "area abu-abu".
Jadi teringat, pembicaraan tempo hari ketika aku berkumpul bersama sahabat-sahabatku. Kami bercerita tentang bagaimana susahnya praktik 'menjaga perasaan' terhadap lawan jenis, termasuk susahnya membatasi interaksi terhadap lawan jenis. Seorang sahabat pun berujar, "Ya kalau sudah begini, balik lagi ke tiap individu, bagaimana kita menjaga diri dan hati kita sendiri".
Memang seninya disitu ya, seni untuk mengelola diri dalam area abu-abu kita masing-masing.