Rabu, 21 Juni 2017

Bahagia yang sederhana

Cerita ini adalah cerita tentang hari kemarin, dimana ada beberapa kebahagiaan yang aku rasakan. Kebahagiaan yang mungkin sederhana untuk dipikirkan, tapi istimewa bila dirasakan,

Kebahagiaan pertama ku rasakan pada saat ke kariadi dengan tujuan meminta surat keterangan dokter untuk bapak. Setelah sampai di RS Kariadi, aku mengutarakan tujuanku. Selang beberapa saat, aku  diminta oleh suster untuk menunggu bagian administrasi yang mengurus surat keterangan dokter di ruang suster. Lalu aku masuk dan duduk di sofa yang ada di dalam ruang tunggu tersebut.

Bosan menunggu, aku pun membuka hp dan memainkan sebuah game yang ada di hp. Beberapa saat setelah menunggu (sambil main hp) di ruang suster, seseorang masuk dan duduk di sofa persis disebelahku. Kita sebut saja seseorang itu adalah mas dokter.

Sebagai informasi, mas dokter adalah dokter muda (perkiraan usia 20 akhir-30 awal) yang bertugas di bagian cardiovascular tempat bapak dirawat. Beliau seperti tipe pria jawa yang kalem, perawakan tinggi berisi, dan mata sayu karena lelah kurang tidur (dari observasi sederhana).

Sejak beberapa hari menginap di RS untuk menemani bapak, aku beberapa kali melihat mas dokter mondar-mandir dengan jas putihnya dan beberapa file di tangan. Dari perawakan dan tingkah lakunya, terpancar aura "wah dokter ini keren ya" yang membuatku terkagum padanya.

Lanjut pada cerita di ruang suster, mas dokter duduk di sebelahku dan mulai membuka hpnya. Zeengg.. disitu aku merasa canggung sekali karena tidak ada bahan obrolan. Berapa kali terpikir untuk menyapa "hai dok, gimana kabarnya" "Habis periksa pasien, dok?" sampai rencana untuk menoleh dan cuma tersenyum menyapa mas dokter. Tapi rasa canggung mengalahkan keberanian untuk menyapa. Disamping itu, aku sudah terlanjur terlihat main game di hp waktu itu, sungguh bukan first impression yang baik (untuk memulai pembicaraan dengan mas dokter).

Akhirnya kebekuan itu dipecahkan oleh suster yang masuk membawa form surat keterangan dokter. Form itu oleh suster langsung diberikan ke mas dokter.

Kemudian mas dokter mulai membuka obrolan sembari mengisi form surat keterangan dokter.

"bapaknya dosen ya?
"iya"
"dosen dimana?
"UIN"
"Ini suratnya, nanti dikasih amplop sama suster ya" katanya sambil memberikan suratnya padaku.

Yeah, maybe its just a little talk, but its really meant something for me...

Buatku yang cuma bisa lihat mas dokter mondar-mandir, siang itu aku merasa bahagia karena bisa mengobrol sepatah-dua patah kata dengan mas dokter.

Tapi ya tetap saja, kagum hanya sebatas kagum, kagum karena dedikasinya sebagai dokter terhadap kesembuhan pasien. Mantap!

Kebahagiaan kedua kurasakan ketika pergi ke toko musik yang ada di jl Pandanaran Semarang. Singkat cerita tujuanku ke toko musik adalah membeli adaptor keyboard yamaha yang colokannya bengkok akibat terjatuh karena kecerobohanku dalam mengepel sehingga menyenggol adaptor tsb (panjang ya lol).

Kembali ke toko musik, setelah menyampaikan niat hati kepada mbak penjaga toko, adaptor yang akan ku dibeli oleh mbak penjaga diberikan kepada mas-mas bagian keyboard. Kita sebut saja mas keyboard.

Setelah adaptor dicobakan ke keyboard, mas keyboard bertanya kepadaku "emang adaptor yang lama kenapa mbak?"

"ini mas, colokannya bengkok, kayak gini" aku menunjukan adaptor yang lama ke mas keyboard.

Tanpa sulap, tanpa sihir, tiba-tiba colokan keyboard yang bengkok itu bisa diluruskan kembali sama mas keyboard.

"Loh mas, nggak jadi beli adaptor, nggak apa jadinya?"
"Nggak apa mbak, malah hemat uangnya buat lebaran"

Alhamdulillah, ternyata kebaikan kecil dari orang lain bisa membuat hati kita bahagia ya. Mungkin itulah mengapa sebagai manusia seharusnya kita selalu berusaha untuk menjadi orang baik, karena sekecil apapun perbuatan baik kita bisa berarti kepada seseorang, bukan?

Kebahagiaan ketiga adalah kebahagiaan yang paling membahagiakan yang ku rasakan di hari kemarin. yaitu bisa tarawih di masjid untuk pertama kali dalam ramadhan ini, yeaaaay!

Kebahagiaan ini merupakan perwujudan kerinduan akan tarawih di masjid, karena sebelumnya selalu berhalangan untuk tarawih di masjid mengingat kondisi yang tidak memunkinkan untuk meninggalkan orang tua berdua di rumah dengan keadaan bapak yang masih perlu banyak dibantu. Alhamdulillah kemarin bisa ke masjid karena keadaan bapak sudah stabil.

Kebahagiaan yang sederhana ini, entah mengapa begitu berkesan. Mungkin karena kebahagiaan ini datang setelah kesedihan yang dialami selama awal ramadhan kemarin ketika keadaan bapak masih belum stabil.

Bukankah Allah telah berjanji bahwa di setiap kesusahan terdapat kemudahan, dan juga janji Allah itu benar? Maka kenapa kita harus terus menerus dalam kesedihan?

Semoga kita semua selalu menjadi orang-orang yang berbahagia :)

Sabtu, 17 Juni 2017

Nikmat yang Sederhana

Dalam postingan kali ini, aku mau cerita tentang pengalaman ramadhan (on going sebenarnya hehe) tahun ini, dimana ramadhan kali ini keluarga kami diberikan nikmat (dalam bentuk cobaan) dari Allah.

Cerita ini diawali dari telepon ibu di pagi buta, saat sahur pada ramadhan hari kedua. Lewat telepon, ibu memberitahu bahwa bapak terkena serangan jantung dan dirawat di rumah sakit di Kuningan, (karena pada saat terjadinya serangan jantung, bapak dan ibu sedang berada di Kuningan, jadi dilarikan ke RS Kuningan dulu). Pada saat itu, entah apa yang terlintas di pikiran, ada rasa sedih, bingung (karena yeah, masih UAS pada saat itu), atau rasa apalah itu yang aku sendiri bingung untuk mendefinisikannya. Pokoknya semua emosi negatif berkecamuk di dalam diri waktu itu.

Long story, setelah 6 hari dirawat di Kuningan, kondisi bapak tidak kunjung membaik, yang ada justru kondisi bapak drop waktu itu. Akhirnya dirujuklah bapak ke RS Kariadi di Semarang.

Long story lagi (pokoknya panjang lah kalo diceritain gimana lelahnya berada di RS selama itu), selama 8 hari bapak dirawat di RS Kariadi. Di RS itu juga Bapak diberi tindakan berupa pemasangan ring 2 biji.

Alhamdulillah selama di Semarang, banyak pihak yang memberi dukungan, baik fisik maupun non fisik kepada bapak dan keluarga. Seharusnya ini meringankan beban yang dirasakan bapak, ibu dan juga aku. Tapi entah kenapa sampai saat ini ada rasa sedih yang nggak bisa dihilangkan dari dalam diriku sendiri,

Yap, rasa sedih itu adalah rasa sedih karena tidak bisa menikmati ramadhan seperti biasanya.

Semenjak bapak pulang, banyak penyesuaian yang harus dilakukan di rumah. Mulai dari penyesuaian fisik rumah seperti letak perabot yang harus memfasilitasi mobilitas bapak, sampai penyesuaian non fisik seperti pengaturan jadwal makan dan minum obat. Penyesuaian yang dilakukan tidak cukup sampai situ. Kami, ibu dan anak-anak beliau juga harus menjaga perilaku kami supaya tidak menambah pikiran bapak yang bisa berisiko membuat bapak mengalami serangan lagi. Pernah suatu hari ketika aku kebanyakan tidur, ibu menceramahiku karena bapak mengeluh sama ibu kenapa anak-anak kebanyakan tidur. Itu cuma satu dari keluhan-keluhan bapak lainnya.

Aku sendiri tidak bisa menyalahkan bapak, karena aku paham bapak berprilaku seperti itu bukan berdasarkan kesadaran bapak sendiri. Bapak yang aku kenal sehari-hari juga bukan bapak yang sekarang kami hadapi. Mungkin rasa sakit yang bapak rasakan sudah mengalahkan bapak yang dulu sangat kuat dan tegar.

Suatu hari, ibu menceramahi lagi suatu hal dari sekian ratus ceramahnya (yang aku paham pasti ibu juga merasakan kelelahan, bahkan lebih lelah dari diriku), "namanya juga takdir, teh"

Iya, aku tau ini takdir, ucapku dalam hati.

Tapi kan ini takdir yang sebenarnya bisa dicegah! Andai saja bapak tidak merokok, andai saja bapak tidak suka begadang, dan andai saja bapak rajin olahraga, tentu saja mungkin keadaannya bisa berbeda dari sekarang.

Mungkin saja kita sekeluarga bisa bertarawih bersama ke masjid seperti biasa, mungkin saja kita sekeluarga bisa berbuka sesekali di luar bersama, dan pengandaian-pengandaian lain yang aku buat.

Tetap saja, keadaan yang saat ini merupakan keadaan yang harus dihadapi, bukan?

Mungkin Allah sayang pada keluarga kami sehingga kami dihadapkan dengan cobaan seperti ini, supaya kami sekeluarga tau betapa nikmat yang sederhana yang kami rasakan di ramadhan-ramadhan seperti biasa merupakan nikmat yang harus disyukuri. Karena mungkin tidak setiap tahun kami, dan kita semua bisa merasakan nikmat yang sederhana itu.

Mungkin Allah memberi teguran supaya kita bisa lebih mensyukuri nikmat yang sederhana itu kelak. Mungkin.