Senin, 24 April 2017

My First Crush

Akhir-akhir ini saya sering sekali mendengar kabar tentang pernikahan, pasangan, dan lain-lain. Haah, meskipun saya sebenarnya belum berminat untuk menuju ke pelaminan, akan tetapi sebagai seorang single yang ingin memiliki pasangan hidup (asiik), saya merasa sedikit 'terganggu'. Terganggu? Bukan, bukan karena saya dengki dengan kebahagiaan mereka yang sudah mendapat pasangan (but a little, hehe), akan tetapi karena saya belum bertemu dengan 'that person' yang benar-benar membuat saya merasa bahwa saya harus berbagi hidup dengannya.

Ketika saya sudah mengetahui apa itu perasaan 'suka', kemudian menyukai seorang laki-laki, saya selalu memendam perasaan itu. Belum pernah secara terang-terangan saya bilang "saya suka kamu". Alasannya simpel, pertama karena malu. Malu karena saya merasa belum begitu 'cantik', 'solehah', dan 'pintar' untuk bisa mencintai seorang laki-laki. Kedua, karena saya sendiri belum siap menapaki jenjang yang lebih jauh.

Dua alasan diatas tidak berlaku ketika saya duduk di sekolah dasar. Dahulu saya merasa masa bodo untuk hal-hal seperti ini, hehe, (Can you imagine how bad I was?). Itu pun bukan rasa suka yang benar-benar "menyukai" (mungkin) karena teman-teman sekeliling saya pada saat itu juga rata-rata memiliki 'crush'. Alasannya karena lingkungan, tidak lebih. Kecuali seseorang yang saya temui kurang lebih 13-14 tahun lalu.

Saya dan dia bersama dalam dalam satu sekolah dan (juga) satu mobil antar jemput. Sebagaimana anak kelas 3 SD seperti biasa, saya masih suka bermain-main dengan semua teman. Tapi ada satu teman yang saya merasa beda dengan yang lain. Banyak kebaikan yang dia lakukan pada saya kalau diingat-ingat, meskipun pada saat itu saya tidak menyadari kalau sebenarnya yang dia lakukan pada saya itu baik banget (kalau misal dia lakukan itu sekarang, kali aja saya sudah baper).

Kebaikan dia yang saya ingat adalah meminjamkan saya krayon dan mengajari saya mewarnai. Iya, simpel. Dia adalah seorang yang lumayan hebat dalam mewarnai, dibuktikan dengan piala lomba mewarnai yang mungkin sudah tidak terhitung bahkan ketika baru duduk di kelas 3 SD. Mungkin dia adalah satu dari sekian anak yang memiliki krayon dengan warna lebih dari 12 buah, suatu hal yang langka pada saat itu. Singkat cerita, pada pelajaran kesenian, dia menghampiri saya dan melihat gambar saya. Kemudian dia memberi saran pada saya untuk mewarnai gambar yang telah saya buat dengan teknik gradasi. Waw, sebagai anak kelas 3 yang belum mengetahui teknik gradasi, saya dibuat kagum olehnya. Saya juga diperbolehkan untuk meminjam krayon dia yang banyak macam warnanya.

Selain kebaikan hatinya, saya juga merasa 'nyambung' ketika ngobrol dengannya. Obrolan yang paling saya ingat pada saat itu adalah obrolan mengenai episode terakhir drama korea 'Endless Love' yang pada saat itu sedang tayang di salah satu tv swasta. Kami mengobrol banyak tentang bagaimana akhir cerita dari drama korea tersebut. Dan yang paling saya ingat pada saat itu adalah dia memperagakan ketika tokoh utama yang mati karena tertabrak. Sungguh pembicaraan anak SD kecepetan puber karena nonton drama korea.

Terakhir saya bertemu dia adalah ketika kelas 3 SD, karena tahun selanjutnya saya pindah ke sekolah yang lebih jauh dari rumah saya. Dan dia? Dia juga pindah sekolah juga. Katanya dia pindah ke pondok pesantren hafalan Quran, saya lupa apa namanya dan dimana daerahnya. Pernah suatu hari, pada saat saya bermain dengan teman saya yang dahulu satu sekolah dengan saya, teman saya bercerita bahwa dia pernah satu kali mengunjungi sekolah kembali. Katanya dia menjadi lebih kurus dari saat kelas 3 SD.

Bagaimana rupanya sekarang? Bagaimana keadaannya sekarang? beberapa pertanyaan tersebut sempat terlintas. Tapi, hey. buat apa? Interkasi yang pernah terjadi di masa lalu antara kita sekarang hanya sebagai kenangan. Toh aku yakin dia sekarang menjalani hidupnya dengan baik. Aku percaya hal itu karena dia adalah orang baik, dan aku percaya Allah akan selalu menjaga orang baik.

And I believe he is still a kind person as I know.

Selasa, 11 April 2017

Just a little review about my favourite "mind blowing" movies

Sebenarnya, beberapa minggu lalu ku berniat untuk rajin nulis review film, terutama sehabis nonton 3 film ini, rasanya gatel banget pingin nulis reviewnya.

Jadi 3 film ini ku pribadi suka karena film ini nggak cuma sekedar hiburan, tapi banyak unsur (terutama unsur psikologis) yang bisa membuat kita berkontemplasi (asiik).

3 film ini sebenarnya sama-sama bagus menurutku pribadi. Mungkin karena aku pribadi suka sama jenis film yang "mind-blowing" dengan ending yang tidak terduga, jadi aku amat sangat menikmati ketiga film ini. Meskipun ada beberapa kritikus film yang memberi kritik pada salah satu film dari yang ku tulis ini, tapi wajar lah ya, namanya juga karya :)

Catatan, post ini mengandung sedikit spoiler, jadi maaf ya yang belum nonton dan nggak suka spoiler, hehe. Yuk langsung aja..*drumrolls*

1. The Girl on The Train

Yap, ini film menurutku bagus banget. Film ini menceritakan tentang Rachel yang punya masalah dengan alkohol. Masalah dengan alkoholnya ini sangat berkaitan erat dengan masa lalu dia. Rachel ini setiap hari naik kereta yang melewati depan rumahnya dulu dengan mantan suaminya, dan juga bersebelahan dengan rumah seorang gadis yang setiap hari dia perhatikan. Suatu hari dia menemukan hal yang tidak biasa dengan gadis yang setiap hari dia perhatikan, dan buum.. terjadilah sesuatu hal yang membawa dia untuk berhubungan dengan masa lalunya. Kurang lebih seperti ini cerita garis besarnya. 

Kenapa film ini menjadi salah satu film "mind-blowing" favorit? Karena film ini sangat-sangat membuat kita menduga-duga akhirnya akan seperti apa. Kita nggak akan tau hubungan antar cerita kalau kita nggak lihat adegan per adegan karena adegan yang disajikan ke penonton sangat berkaitan. Penonton juga diberikan teka-teki yang kompleks untuk dipecahkan karena dari awal film kita tidak diberitahu siapakah dalang dibalik semuanya. Film ini juga dapat dikatakan bagus karena pengambilan sudut pandang tidak cuma dari satu tokoh, tapi dari sudut pandang beberapa tokoh yang membuat cerita menjadi suatu sudut pandang yang utuh. Dan akting dari para pemainnya juga sangat bagus. 

2.  A Man and a Woman 


Menurutku, film ini adalah salah satu film korea yang "ngena" tapi nggak lebay. Film ini menceritakan tentang seorang pria dan seorang wanita yang sama-sama sudah memiliki pasangan dan anak, akan tetapi tidak merasa nyaman dengan pernikahan mereka masing-masing. Dipertemukan dalam suatu acara perkemahan anak masing-masing, makin lama mereka menjadi semakin dekat. Mereka merasa bisa mencurahkan dan menerima kenyamanan satu sama lain yang tidak mereka dapatkan bersama pasangan mereka. Semakin mereka dekat, semakin banyak konflik yang terjadi dalam rumah tangga mereka. Mereka pun pada akhirnya harus memilih antara keluarga yang sudah mereka bangun atau kenyamanan yang mereka rindukan.

Meskipun tidak se"mind-blowing" film sebelumnya, jujur film ini juga memiliki akhir cerita yang tidak terduga. Justru dengan akhir cerita yang tidak terduga itu, cerita dari film tidak terkesan dipaksakan. Kalau bisa dibilang, film ini menggambarkan kehidupan pernikahan modern yang sangat dekat dengan realita. Pengambaran konflik yang dialami masing-masing tokoh disampaikan dalam film dengan sangat bagus, terlihat dari bagaimana film dapat memperlihatkan kompleksitas konflik yang dialami oleh masing-masing tokoh dari sudut pandang tokoh tersebut. 

Dan lagi, yang membuat bagus film ini (sangat subjektif kalau ini) adalah Gong Yoo Ahjussi, haha. But, it's broke my heart for seing he did (many) erotic acts :''' 

3. The Butterfly Effect

Nah, kalau ini bener-bener film yang sangat mind blowing dan tidak terduga. Film ini menceritakan tentang seorang laki-laki bernama Evan yang bisa mengubah masa depannya dengan mengubah sedikit bagian dari masa lalunya (nah loh bingung kan). Setiap kali ia mencoba mengubah masa lalunya, justru terjadi konsekuensi-konsekuensi lebih buruk yang tidak ia inginkan. 

Film ini menurutku sangat bagus karena beberapa hal. Pertama film ini sangat membuat penonton berpikir kelanjutan apa yang terjadi pada Evan. Meskipun di awal film agak sedikit membosankan, tapi di tengah film sampai akhir film, kita selalu dibuat berpikir bagaimana kelanjutan film ini. Selain itu, film ini juga memiliki kompleksitas cerita yang tinggi, dan kalau nggak nonton  dari awal dijamin akan bingung. 

Meskipun ada beberapa kritik terhadap film ini, tapi aku pribadi sangat tersentuh dengan film ini. Film ini membuatku berpikir lagi apakah sebenarnya hidup kita yang sekarang adalah hidup yang terbaik untuk kita. Jangan sampai kita menginginkan jalan hidup lain bagi kita, akan tetapi kita akan menyesal ketika suatu saat ketika kita memiliki kesempatan untuk mengubah hidup kita menjadi hidup yang dulu sangat kita inginkan. Bisa jadi hidup kita yang saat ini kita jalani memang hidup yang terbaik bagi kita dan orang-orang sekitar kita. Sederhananya, film ini membuat kita berpikir untuk terus mensyukuri hidup yang kita jalani sekarang.

Happy watching and contemplating :)

note : sumber foto dari google image