Minggu, 24 Desember 2017

Lega

Pertama, aku menulis ini karena melihat banyaknya teman-teman seangkatan yang menuliskan perasaannya setelah melewati semester 7 di instagram, sambil upload foto-foto dengan kelompoknya sehabis ujian kompre. Well, mungkin akan panjang sekali apabila diriku menyampaikan perasaan sekaligus review mata kuliah di instagram. Supaya bermanfaat sekalian, aku tulis pengalamanku semester 7 ini (yang katanya paling jatuh-dan-harus-bangkit-lagi kata orang-orang) di blog. Siapa tau ada adik-adik junior unyu yang ambis (atau yang kurang kerjaan) mampir ke galeri pikiran saya untuk membaca. Semoga bermanfaat :) 

Well, seperti kata pepatah, semakin tinggi pohon, semakin kencang anginnya. Semakin lama kuliah, semakin banyak tantangan yang harus dihadapi.

Jujur, semester ini adalah semester yang berakhir dengan rasa lega yang paling besar dibandingkan semester-semester lainnya.

Kenapa?

Mungkin karena aku merasa usaha yang ku keluarkan untuk semester ini paling maksimal dibandingkan semester-semester sebelumnya. Meskipun semester-semester lalu ku rasa sudah berusaha dengan sekuat tenaga, semester ini usaha yang ku keluarkan beyond maksimal kali ya, hehe

Mungkin hal ini juga dipengaruhi oleh jumlah SKS yang aku ambil semester ini, yaitu 19 SKS, yang terdiri dari 3 mata kuliah wajib, 3 mata kuliah pilihan, dan magang. Penuh memang, tapi alhamdulillah sampai detik ini ku masih hidup, hehe.

Nah, berikut mata kuliah beserta opini pribadi yang ku hadapi di semester 7 ini;

RPI (Rancangan Program Intervensi) 

Perkenalkan, mata kuliah ini adalah mata kuliah dengan bobot SKS paling banyak semester ini (jika tidak mengambil mata kuliah skripsi), yaitu 4 SKS. Sesuai namanya, mata kuliah ini memberikan pengetahuan untuk mahasiswa dalam membuat rancangan program intervensi. Rancangan program intervensi yang diajarkan di kelas ada 2 jenis, yaitu untuk individu dan kelompok. Nantinya, setelah mahasiswa membuat rancangan program intervensi bersama kelompok, rancangan ini akan dikompre (bahasa sehari-hari untuk ujian komprehensif) oleh dosen penguji.

Mata kuliah ini, menurut pendapat pribadiku, sangat dibutuhkan oleh mahasiswa psikologi. Sebagaimana kita tau, salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh mahasiswa psikologi adalah kemampuan untuk membuat rancangan program intervensi, dan di mata kuliah ini mahasiswa mendapatkan ilmu tersebut. Selain mendapatkan ilmu baru, ilmu yang sudah didapat pada dua semester sebelumnya, yaitu DDI, MII, dan MIK akan terpakai kembali di mata kuliah ini, jadi bukunya jangan dibuang atau dijadikan bungkus gorengan.

Untuk kegiatan perkuliahannya sendiri tidak begitu berat. Banyak dari teman-teman di angkatan yang merasa khawatir karena anggota  kelompok untuk mata kuliah ini diacak. Awalnya saya juga agak lumayan resah dan gelisah, tapi alhamdulillah kelompok saya terdiri dari anak-anak bahagia dan membahagiakan (cc. Lele, Putri, Afa, Dika). Kegiatan di kelas pun rata-rata digunakan untuk bimbingan bergantian per kelompok dengan dosen. Usahakan untuk memanfaatkan waktu yang ada di kelas, misalnya untuk mengerjakan tugas dan merevisi tugas setelah diberikan feedback dari dosen, karena pasti akan susah mencocokan waktu untuk berkumpul dengan teman-teman kelompok di luar kelas karena mata kuliah yang sebelah, hehe.

sehabis ujian kompre RPI Individu (UTS) dengan Bu Ade dan Mas Dannis

foto sehabis ujian kompre RPI Kelompok (UAS) dengan Bu Puji dan Mas Dannis


KAUP (Konstruksi Alat Ukur Psikologi)

Biasanya ini yang menjadi sumber stres paling tinggi di kalangan mahasiswa semester 7. Aku sendiri juga heran (awalnya) kenapa (hampir) semua anak seangkatan khawatir dengan mata kuliah ini. Jawaban itu ku temukan pada saat detik-detik menjelang pengumpulan tugas dan ujian komprehensif, hahaha.

Sedikit penjelasan, mata kuliah ini adalah mata kuliah yang mengajarkan mahasiswa untuk membuat sebuah alat ukur psikologi, mulai dari operasionalisasi konstruk, item pooling, uji keterbacaan, analisis reliabilitas dan validitas, analisis item, dan pembuatan norma.

Menurutku (secara subjektif), mungkin mata kuliah ini dirasa cukup berat bebannya karena selain dituntut untuk memahami teori dengan baik, mahasiswa juga dituntut untuk melaksanakan hal-hal teknis dengan baik seperti melakukan pengambilan data untuk uji keterbacaan dan setelah uji keterbacaan. Jika kelompok hanya terfokus pada salah satu aspek, yaitu teori atau teknis saja, dapat dipastikan kelompok akan merasakan kecemasan yang luar biasa di saat detik-detik menuju ujian komprehensif, like we did :''(

After all, mata kuliah ini adalah mata kuliah yang sangat bermanfaat bagi mahasiswa psikologi, khususnya mahasiswa yang memiliki minat di bidang penelitian. Selain itu, ketelitian mahasiswa juga diuji di mata kuliah ini, contohnya ketelitian dalam analisis psikometrik, ketelitian dalam olah data, maupun dalam urusan typo. Oh ya, mata kuliah ini juga membuat mahasiswa lebih paham teori dalam psikometri, serius!! (karena kalau tidak paham, kemungkinan besar akan menangis-menggaruk-tanah pada saat kompre)

Intinya, mata kuliah ini bermanfaat banget, meskipun dihiasi dengan indahnya kecemasan di setiap langkahnya, hehe.
foto setelah ujian komprehensif bersama Bu Ils dan Mbak Nunu

Metode Penelitian Kualitatif

Menurutku, mata kuliah ini seru abis, karena sebelum masuk ke pembahasan mengenai metode penelitian, mahasiswa diajak untuk membahas berbagai macam paradigma yang ada. Sayang sekali, mata kuliah ini baru diajarkan di semester 7, padahal menurutku mata kuliah ini bisa diajarkan di semester 5 dengan asumsi bahwa mahasiswa yang sudah mendapatkan mata kuliah metode observasi dan metode wawancara bisa melakukan metode penelitian kualitatif. Mungkin ini sebuah konspirasi supaya tidak banyak mahasiswa yang membuat skripsi dengan metode penelitian kualitatif (?). Meskipun setelah dipikir-pikir lagi, memang kapasitas mahasiswa S1 untuk melakukan metode penelitian kualitatif belum 'sejago' itu, apalagi jika diharuskan untuk membuat analisis hasil penelitian dengan teori secara komprehensif dan mendalam (meskipun bisa belajar juga sih).

Hal yang menyenangkan dari mata kuliah ini adalah tidak ada UAS *yeaay*. UAS diganti dengan penelitian kualitatif yang dilakukan secara berkelompok. Nggak terlalu berat sih, mungkin capek di bagian penulisan verbatim, dan analisis intra kasus per narasumber dan dikaitkan dengan teorinya. Intinya mata kuliah ini menyenangkan :)

Psikologi Arsitektur

Mata kuliah ini lain dari mata kuliah yang pernah aku jalani di kampus, mungkin hal tersebut karena aku baru pertama kali mengambil mata kuliah di luar psikologi, yaitu di Fakultas Teknik. Karena anggota kelasnya terdiri dari anak arsitektur dan psikologi, kelompok untuk melaksanakan tugasnya juga dicampur antara anak arsitektur dan psikologi. Untuk materi perkuliahannya sendiri masih bisa diikuti oleh anak psikologi. Bahkan ada materi yang membahas tentang persepsi, yang mungkin sudah dipelajari di semester satu.

Hal yang menyenangkan dari mata kuliah ini adalah kunjungan ke sekolah alam *yeaay**Terima kasih Bu Ratna dan Mbak Mita*. Kunjungan ini bertujuan untuk menambah inspirasi mahasiswa dalam melaksanakan tugas akhir untuk UAS.

Terus, aku mau sedikit meluruskan nih, kalau misalnya ada yang mau mengikuti mata kuliah psikologi arsitektur karena banyak cowoknya, sebaiknya urungkan saja niat tersebut, karena ternyata secara statistik, departemen arsitektur FT UI memiliki jumlah cowok yang paling sedikit di antara jumlah cowok pada departemen lain di FT UI. Ya sama aja kayak di psikologi, masuk kelas banyakan ceweknya, haha. 

foto pada saat kunjungan ke sekolah alam


Psikologi Adiksi

Mata kuliah ini menambah banyak insight tentang adiksi. Mulai dari pandangan masyarakat terhadap orang yang terkena adiksi, jenis-jenis adiksi, dan sebagainya. UAS untuk mata kuliah ini digantikan oleh tugas membuat rancangan penelitian psikologi mengenai adiksi. Dan hal yang menyenangkan dari mata kuliah ini adalah kunjungan ke Balai Rehabilitasi BNN di Lido *yeaaaaayyyyyy* *Terima kasih Bu Dani dan Bu Erida*

foto pada saat kunjungan ke Balai Rehabilitasi BNN di Lido, Bogor 

Psikologi Keluarga 

Last but not least, mata kuliah ini seru banget, terutama untuk mahasiswa yang ingin mengetahui soal dinamika keluarga, mulai dari mate selection, bentuk keluarga, keputusan orang tua untuk memiliki anak, anak memasuki usia sekolah, dan permasalahan yang terjadi dalam keluarga. Tidak ada UAS untuk mata kuliah ini, diganti oleh tugas penelitian kelompok dan presentasi poster pada pertemuan terakhir di kelas. Intinya mata kuliah ini banyak memberikan insight!

Refleksi secara umum

Kuliah memang sarana bagi mahasiswa untuk mendapatkan pengetahuan baru. Kalau memang mahasiswa niat untuk mendapat ilmu pengetahuan baru, pasti pada akhirnya mahasiswa akan mendapat ilmu tersebut.

Memang di tengah perjalanan pasti banyak halang-rintang-yang-menghadang dan membuat ingin-menangis-garuk-garuk-tanah, tapi just enjoy it karena itu merupakan  bagian dari sebuah proses pembelajaran. Proses itulah yang membuat kita nanti tau, bahwa untuk menjadi "bisa" dibutuhkan perjuangan yang dimulai dari garis start dimana diri kita memang "belum bisa".

Aku sendiri bersyukur karena dikelilingi orang-orang suportif, baik orang tua, keluarga, dosen, dan teman-teman. Memang, memiliki support system itu sangat membahagiakan ya :) *Terima kasih banyak :)))*

Terakhir, aku ingin menutup tulisan ini dengan quotes dari Celestine Chua :

Everyone face challenges in life. It's a matter of how you learn to overcome them and use them to your advantage. 

Selasa, 12 Desember 2017

Menunggu Hujan

Sore itu, kita meneduh dari hujan deras, sesekali tempias hujan mengenai wajah kita.

"Sepertinya masih lama hujannya,"

Ia tersenyum, "Tidak apa, selama aku menanti hujan reda bersamamu."

Ia tersenyum kembali kepadanya, "Terima kasih, karena sudah ada disini bersamaku, karena sudah ada disini saat aku jatuh dan terluka. Terima kasih karena sudah menguatkanku. Maafkan aku jika aku banyak menangis."

"Tidak apa. Memang, banyak rintangan yang kamu hadapi dalam hidup, mulai dari terkucilkan di masa kecil, terfitnah di masa remaja, dan terpuruk saat kamu beranjak dewasa.

Sudah berapa kali kamu berpikir untuk pergi saja dari dunia? Tapi toh, kamu tetap bertahan.

Kamu tetap menghadapi dunia dengan senyuman, meskipun beberapa dibalik senyummu itu menyimpan tangis. Tapi hey, kamu berhasil menyembunyikannya dari orang-orang. Bahkan kamu berusaha untuk menyebarkan energi positif kepada orang-orang disekitarmu, meskipun beberapa kali kamu ketahuan gagal, haha. Dan aku bangga denganmu karena sudah bertahan. Just live. Tetap bertahan, oke?"

Ia pun mengangguk, memeluknya.

...

Dan gadis itu memeluk dirinya sendiri.

Sabtu, 09 Desember 2017

Moderator Dadakan

Semua ini berawal dari satu pertanyaan, "Mau jadi moderator nggak?"

Moderator?

Sejujurnya aku belum pernah menjadi moderator *hahaha*.

Menjadi moderator diskusi di kelas mungkin pernah sesekali. Untuk perform di depan umum pun hanya pernah sekali-dua kali jadi MC, itu pun bukan MC acara besar yang dihadiri ratusan orang.

Malam itu, tawaran yang dilontarkan dari Kak Muza, kakak senior di asrama, aku pikirkan. Ragu pasti ada. Bahkan sangat ragu! Betapa tidak, begitu ditawari pertama kalinya untuk menjadi moderator, acaranya setingkat nasional di Balairung, dan besok pula. What a challenge!!!

Sekilas penjelasan, acara tersebut bernama Indonesia Citizen Summit 2.0 yang bertujuan untuk mewadahi gerakan bersama sesuai dengan poin SDGs yang digagas oleh UN (United Nations) beserta negara-negara yang ikut serta dalam tujuan tersebut, termasuk Indonesia. Dan yang membuat aku excited  adalah... aku ditawari untuk menjadi moderator pada poin SDGs kelima, yaitu Gender Equality.. YEAYYYYY.. MY LUCK!!  
note : thanks to Izza yang sudah merekomendasikan diriku pada Kak Muza, luv you :3

Setelah menerima tawaran (dengan bismillah dan innalillahi), akhirnya aku mempelajari materi-materi yang mungkin berguna untuk mempersiapkan diri besok, seperti bagaimana cara menjadi moderator yang baik, bagaimana cara bersikap di depan umum yang baik, dan tentu saja materi mengenai kesetaraan gender dalam poin SDGs.

Esoknya, setelah kerja kelompok (maaf ya teman kelompok waktu itu diriku ijin nggak kumpul kelompok sampai selesai hehe), aku segera menuju Balairung. Dan ternyata audiensnya tidak 'seseram' yang aku bayangkan sih. Antara lega dan kecewa gitu karena pesertanya sedikit (mungkin bisa jadi masukan juga buat panitia acara :)). Tapi tidak apa, lihat dari sisi positifnya. At least, jika saya bertingkah memalukan, tidak begitu banyak yang lihat :P

Selama menunggu, aku terus berusaha untuk meredakan debar (asiik, kayak jatuh cinta) yang terasa. Beberapa kali menanyakan ke panitia kapan narasumbernya datang, supaya bisa mencairkan suasana dulu dengan narasumber gitu maksudnya. Untungnya narasumber datang beberapa saat sebelum sesi SDGs kelima dimulai, sehingga kami sempat berbincang sebentar.

Alhamdulillah, meskipun agak tergagap dan tergugup di awal, semua bisa teratasi dengan baik. Memang terasa sekali deg-degannya begitu naik ke atas panggung, tapi begitu sudah terbiasa dengan 'hawa' panggung, rasa deg-degan berkurang dengan sendirinya.

Dari pengalaman ini, aku banyak belajar. Belajar bagaimana cara menjadi moderator, belajar lebih dalam mengenai kesetaraan gender pada poin SDGs kelima, dan tentunya belajar tentang bagaimana cara mempersiapkan diri dalam waktu yang singkat, alias MENDADAK! hehehe...

Sekali lagi terima kasih atas kesempatannya Kak Muza dan kawan-kawan panitia. Semoga acaranya bisa lebih baik lagi ke depannya, karena sejujurnya, konsep acaranya keren bangettt!!
Makasih juga buat Izza yang sudah menjerumuskan  merekomendasikan diriku pada Kak Muza. Pokoknya love you lah Za :3
Makasih juga buat temen-temen yang sudah datang, salah satunya lele yang sempat membuat instatory, hahaha.

And the last, I want to share what Oscar Wilde said once : 
Experience is the hardest kind of teacher. It gives you the test first and the lesson afterward. 

poster acara

bersama kak yuli, kak muza, dan izza