Pada liburan
semester 4 ke semester 5 yang lalu, Agustus 2016, aku berkesempatan untuk
menjadi guru pendamping di unit stimulus Al Mumtaaz selama sebulan kurang
lebih. Sekolah yang berada di Karawang ini adalah sekolah Inklusif yang
berfokus pada pembangunan karakter. Jenjang pendidikan yang ada di sekolah
tersebut mulai dari preschool hingga MI (setara dengan sekolah dasar). Disana
aku ditempatkan di kelas transisi. Kelas transisi adalah kelas yang berisi
anak-anak berkebutuhan khusus yang belum siap ditempatkan di kelas reguler,
yaitu kelas yang berisi gabungan anak tanpa kebutuhan khusus dan anak dengan
kebutuhan khusus. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang sekolah Al Mumtaaz,
bisa dilihat di website http://www.almumtaaz.sch.id/
Masuk ke cerita,
hari pertama menjadi guru pendamping sungguh berkesan karena hari itu adalah pertama
kalinya aku beriteraksi langsung dengan anak-anak berkebutuhan khusus dalam
setting kelas. Hal ini sungguh berbeda dengan apa yang aku dapatkan di kelas
kuliah sehari-harinya karena kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi guru
pendamping adalah kemampuan praktik interaksi langsung dengan anak-anak.
Untungnya ada Bu Ade dan Bu Euis yang mengarahkan waktu itu (Terimakasih banyak
kepada Bu Ade dan Bu Euis atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan).
Kolaborasi antara teori yang kudapat dari kelas dan praktik langsung di sekolah
Al Mumtaaz membuatku lebih memahami bagaimana cara berinteraksi dengan
anak-anak, terutama anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Beberapa hari di
awal menjadi guru pendamping sempat membuatku kelelahan. Bagaimana tidak, dalam
sehari aku bisa berlari kesana kemari mengejar anak-anak yang berhasil keluar
kelas di tengah jam sekolah, memanggil anak yang yang mengganggu temannya
dengan suara lantang agar mendapat perhatian anak tersebut, hingga melerai anak
yang bertengkar karena berebut mainan. Ada beberapa anak yang dibutuhkan
kesabaran khusus untuk membimbingnya, karena anak-anak tersebut belum bisa
merespon apa yang kita katakan. Ada juga beberapa anak tuna rungu yang harus
kita dekati dan kita sentuh pundaknya untuk bisa mendapatkan perhatian mereka.
Berbagai karakteristik anak yang berbeda menantangku untuk memberikan perlakuan
yang berbeda kepada masing-masing anak sesuai kebutuhan mereka. Hal ini
menantangku untuk belajar lebih untuk memahami mereka, bahkan membawa buku
kuliah dari Depok untuk kubaca sewaktu-waktu.
Bicara tentang
perasaan, ada bermacam-macam perasaan yang hadir saat menjadi guru pendamping.
Bagaimana tidak, wajah-wajah mereka bisa menghadirkan stimulus yang berbeda
setiap harinya bagiku. Terkadang ketika mereka sedang bertingkah manis, mereka
menyambutku dengan senyum, sembari memelukku dengan tangan kecil mereka. Akan
tetapi, tak jarang tingkah mereka yang membuat kelas kacau pada hari itu
membuat kami para guru kelelahan dan geleng-geleng kepala.
Bagaimanapun
juga mereka telah mengajariku banyak hal yang mungkin tidak aku dapatkan
apabila tidak bertemu dengan mereka.
Mereka
mengajarkanku, dan kami para guru untuk bersabar dan bersyukur dalam menghadapi
hidup.
Mereka
mengajarkanku, dan kami para guru untuk tetap tersenyum, karena selelah apapun
hari itu berakhir, mereka akan datang besok pagi dengan senyum manis mereka pada
saat masuk ke kelas.
Dan mereka mengajarkanku,
dan kami para guru untuk mencintai mereka apa adanya, karena dari mata mereka
kami tau bagaimana ketulusan cinta yang sesungguhnya.
Semoga suatu
saat nanti kita berkesempatan untuk berjumpa kembali, dan pada saat itu kuharap
aku mendengar cerita hebat dari kalian, teman-teman kecilku. Terimakasih atas
pelajaran yang telah kalian berikan.
Kereen bu...
BalasHapusTerimakasih Pak Imron :)
Hapus