Kamis, 20 Oktober 2016

Pengalaman Liburan yang Sangat Berharga di Al Mumtaaz

Pada liburan semester 4 ke semester 5 yang lalu, Agustus 2016, aku berkesempatan untuk menjadi guru pendamping di unit stimulus Al Mumtaaz selama sebulan kurang lebih. Sekolah yang berada di Karawang ini adalah sekolah Inklusif yang berfokus pada pembangunan karakter. Jenjang pendidikan yang ada di sekolah tersebut mulai dari preschool hingga MI (setara dengan sekolah dasar). Disana aku ditempatkan di kelas transisi. Kelas transisi adalah kelas yang berisi anak-anak berkebutuhan khusus yang belum siap ditempatkan di kelas reguler, yaitu kelas yang berisi gabungan anak tanpa kebutuhan khusus dan anak dengan kebutuhan khusus. Untuk mengetahui lebih lengkap tentang sekolah Al Mumtaaz, bisa dilihat di website http://www.almumtaaz.sch.id/

Masuk ke cerita, hari pertama menjadi guru pendamping sungguh berkesan karena hari itu adalah pertama kalinya aku beriteraksi langsung dengan anak-anak berkebutuhan khusus dalam setting kelas. Hal ini sungguh berbeda dengan apa yang aku dapatkan di kelas kuliah sehari-harinya karena kemampuan yang dibutuhkan untuk menjadi guru pendamping adalah kemampuan praktik interaksi langsung dengan anak-anak. Untungnya ada Bu Ade dan Bu Euis yang mengarahkan waktu itu (Terimakasih banyak kepada Bu Ade dan Bu Euis atas kesempatan dan bimbingan yang telah diberikan). Kolaborasi antara teori yang kudapat dari kelas dan praktik langsung di sekolah Al Mumtaaz membuatku lebih memahami bagaimana cara berinteraksi dengan anak-anak, terutama anak-anak dengan kebutuhan khusus.

Beberapa hari di awal menjadi guru pendamping sempat membuatku kelelahan. Bagaimana tidak, dalam sehari aku bisa berlari kesana kemari mengejar anak-anak yang berhasil keluar kelas di tengah jam sekolah, memanggil anak yang yang mengganggu temannya dengan suara lantang agar mendapat perhatian anak tersebut, hingga melerai anak yang bertengkar karena berebut mainan. Ada beberapa anak yang dibutuhkan kesabaran khusus untuk membimbingnya, karena anak-anak tersebut belum bisa merespon apa yang kita katakan. Ada juga beberapa anak tuna rungu yang harus kita dekati dan kita sentuh pundaknya untuk bisa mendapatkan perhatian mereka. Berbagai karakteristik anak yang berbeda menantangku untuk memberikan perlakuan yang berbeda kepada masing-masing anak sesuai kebutuhan mereka. Hal ini menantangku untuk belajar lebih untuk memahami mereka, bahkan membawa buku kuliah dari Depok untuk kubaca sewaktu-waktu.   

Bicara tentang perasaan, ada bermacam-macam perasaan yang hadir saat menjadi guru pendamping. Bagaimana tidak, wajah-wajah mereka bisa menghadirkan stimulus yang berbeda setiap harinya bagiku. Terkadang ketika mereka sedang bertingkah manis, mereka menyambutku dengan senyum, sembari memelukku dengan tangan kecil mereka. Akan tetapi, tak jarang tingkah mereka yang membuat kelas kacau pada hari itu membuat kami para guru kelelahan dan geleng-geleng kepala.

Bagaimanapun juga mereka telah mengajariku banyak hal yang mungkin tidak aku dapatkan apabila tidak bertemu dengan mereka.

Mereka mengajarkanku, dan kami para guru untuk bersabar dan bersyukur dalam menghadapi hidup.

Mereka mengajarkanku, dan kami para guru untuk tetap tersenyum, karena selelah apapun hari itu berakhir, mereka akan datang besok pagi dengan senyum manis mereka pada saat masuk ke kelas.

Dan mereka mengajarkanku, dan kami para guru untuk mencintai mereka apa adanya, karena dari mata mereka kami tau bagaimana ketulusan cinta yang sesungguhnya.

Semoga suatu saat nanti kita berkesempatan untuk berjumpa kembali, dan pada saat itu kuharap aku mendengar cerita hebat dari kalian, teman-teman kecilku. Terimakasih atas pelajaran yang telah kalian berikan.   


2 komentar: