Jumat, 22 Agustus 2014

Sebuah Catatan dari Hati untuk Seseorang yang Kusebut Kamu...


Untuk seseorang yang aku sebut kamu...

Mungkin kamu tak menyadari, batapa lama hati ini berdebar hanya dengan mengingatmu. Cukup lama aku sudah memendam rasa ini, mungkin lebih lama dari yang kamu kira.

Awal pertemuan kita, biasa saja. Hanya pertemuan awal biasa seperti pertemuan pertama dengan teman baru yang lain, bertukar info tentang nama, asal daerah, dan asal sekolah, hanya itu. Namun, hari demi hari, bulan demi bulan, pertemuan yang terasa biasa itu kini tak lagi biasa bagiku. Walau aku terus memungkirinya, tapi hati tetap tak bisa dibohongi.

Maka, sejak saat itu, aku mulai melakukan hal-hal bodoh yang tidak penting. Aku sengaja menunggumu pergi ke kantin, sengaja menunggumu keluar dari masjid, sengaja melewati kelasmu, semua itu hanya agar aku bisa melihatmu dari jauh.

Menyimpan rasa ini terkadang membuatku menangis dalam diam karena tak bisa menggapaimu. Bagiku jarak antara kita sangatlah jauh. Bahkan saat kita berpapasan secara tak sengaja di sekolah, aku merasa seakan kita berada dalam dimensi alam yang berbeda sehingga kau tak pernah menyapaku. Namun tetap saja, ada sesuatu dalam dirimu yang tak bisa aku singkirkan begitu saja, sehingga aku tetap saja terus mencarimu.

Berapa kali kau membuatku menangis secara tidak langsung. Bukan karena kamu kejam, melainkan karena aku merasa tak pantas untuk menjadi seorang yang bisa mendampingimu. Ketika prestasiku di sekolah stagnan, prestasimu justru meningkat secara progresif. Ketika aku sengaja ingin melihatmu, kamu justru menundukan pandanganmu. Dan ketika aku berusaha mendekatimu, justru kamu berusaha untuk mendekatkan diri pada Allah SWT.

Sungguh, aku malu padamu, aku malu pada Tuhanku, Tuhan kita. Dan rasa malu inilah yang lama-kalamaan mambuatku sadar bahwa mungkin Tuhan sengaja memberikan rasa ini padaku denganmu sebagai perantara agar aku berusaha untuk lebih mendekatkan diri pada-Nya dan menjadi wanita muslimah yang bertakwa.

Dan sampailah pada pertemuan terakhir kita, 31 Mei 2014. Kamu meminta maaf atas segala kesalahan yang telah kamu perbuat. Aku tersenyum dan berkata 'iya'. Tapi dalam hati aku berkata 'Tidak ada yang perlu dimaafkan. Apa kesalahanmu kecuali membuatku menangis karena menyukaimu?'.

Pada hari itu, sebelum meninggalkan kampus cendekiawan muda tercinta, aku memandangmu dari jauh, memandangmu untuk yang terakhir kali. Bertanya-tanya dalam hati bagaimana akhir dari kisah ini. Dan aku berharap semoga akhir kisah ini bahagia bagi kita walau pada akhirnya kita tak dipersatukan oleh-Nya.

Terimakasih untukmu, yang telah memotivasiku untuk menjadi muslimah yang lebih baik.
Terimakasih untukmu, yang mengingatkanku untuk selalu menjaga hati sebagaimana kamu selalu menjaga hatimu hanya untuk-Nya.
Terimakasih untukmu, karena telah membiarkanku menyukaimu dan bahkan mungkin kamu sendiri tidak tahu.

Semoga keberkahan selalu yang menyertai hidupmu. Sekali lagi terimakasih :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar