Akhir-akhir ini saya sering sekali mendengar kabar tentang pernikahan, pasangan, dan lain-lain. Haah, meskipun saya sebenarnya belum berminat untuk menuju ke pelaminan, akan tetapi sebagai seorang single yang ingin memiliki pasangan hidup (asiik), saya merasa sedikit 'terganggu'. Terganggu? Bukan, bukan karena saya dengki dengan kebahagiaan mereka yang sudah mendapat pasangan (but a little, hehe), akan tetapi karena saya belum bertemu dengan 'that person' yang benar-benar membuat saya merasa bahwa saya harus berbagi hidup dengannya.
Ketika saya sudah mengetahui apa itu perasaan 'suka', kemudian menyukai seorang laki-laki, saya selalu memendam perasaan itu. Belum pernah secara terang-terangan saya bilang "saya suka kamu". Alasannya simpel, pertama karena malu. Malu karena saya merasa belum begitu 'cantik', 'solehah', dan 'pintar' untuk bisa mencintai seorang laki-laki. Kedua, karena saya sendiri belum siap menapaki jenjang yang lebih jauh.
Dua alasan diatas tidak berlaku ketika saya duduk di sekolah dasar. Dahulu saya merasa masa bodo untuk hal-hal seperti ini, hehe, (Can you imagine how bad I was?). Itu pun bukan rasa suka yang benar-benar "menyukai" (mungkin) karena teman-teman sekeliling saya pada saat itu juga rata-rata memiliki 'crush'. Alasannya karena lingkungan, tidak lebih. Kecuali seseorang yang saya temui kurang lebih 13-14 tahun lalu.
Saya dan dia bersama dalam dalam satu sekolah dan (juga) satu mobil antar jemput. Sebagaimana anak kelas 3 SD seperti biasa, saya masih suka bermain-main dengan semua teman. Tapi ada satu teman yang saya merasa beda dengan yang lain. Banyak kebaikan yang dia lakukan pada saya kalau diingat-ingat, meskipun pada saat itu saya tidak menyadari kalau sebenarnya yang dia lakukan pada saya itu baik banget (kalau misal dia lakukan itu sekarang, kali aja saya sudah baper).
Kebaikan dia yang saya ingat adalah meminjamkan saya krayon dan mengajari saya mewarnai. Iya, simpel. Dia adalah seorang yang lumayan hebat dalam mewarnai, dibuktikan dengan piala lomba mewarnai yang mungkin sudah tidak terhitung bahkan ketika baru duduk di kelas 3 SD. Mungkin dia adalah satu dari sekian anak yang memiliki krayon dengan warna lebih dari 12 buah, suatu hal yang langka pada saat itu. Singkat cerita, pada pelajaran kesenian, dia menghampiri saya dan melihat gambar saya. Kemudian dia memberi saran pada saya untuk mewarnai gambar yang telah saya buat dengan teknik gradasi. Waw, sebagai anak kelas 3 yang belum mengetahui teknik gradasi, saya dibuat kagum olehnya. Saya juga diperbolehkan untuk meminjam krayon dia yang banyak macam warnanya.
Selain kebaikan hatinya, saya juga merasa 'nyambung' ketika ngobrol dengannya. Obrolan yang paling saya ingat pada saat itu adalah obrolan mengenai episode terakhir drama korea 'Endless Love' yang pada saat itu sedang tayang di salah satu tv swasta. Kami mengobrol banyak tentang bagaimana akhir cerita dari drama korea tersebut. Dan yang paling saya ingat pada saat itu adalah dia memperagakan ketika tokoh utama yang mati karena tertabrak. Sungguh pembicaraan anak SD kecepetan puber karena nonton drama korea.
Terakhir saya bertemu dia adalah ketika kelas 3 SD, karena tahun selanjutnya saya pindah ke sekolah yang lebih jauh dari rumah saya. Dan dia? Dia juga pindah sekolah juga. Katanya dia pindah ke pondok pesantren hafalan Quran, saya lupa apa namanya dan dimana daerahnya. Pernah suatu hari, pada saat saya bermain dengan teman saya yang dahulu satu sekolah dengan saya, teman saya bercerita bahwa dia pernah satu kali mengunjungi sekolah kembali. Katanya dia menjadi lebih kurus dari saat kelas 3 SD.
Bagaimana rupanya sekarang? Bagaimana keadaannya sekarang? beberapa pertanyaan tersebut sempat terlintas. Tapi, hey. buat apa? Interkasi yang pernah terjadi di masa lalu antara kita sekarang hanya sebagai kenangan. Toh aku yakin dia sekarang menjalani hidupnya dengan baik. Aku percaya hal itu karena dia adalah orang baik, dan aku percaya Allah akan selalu menjaga orang baik.
And I believe he is still a kind person as I know.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar