Sabtu, 09 Desember 2017

Moderator Dadakan

Semua ini berawal dari satu pertanyaan, "Mau jadi moderator nggak?"

Moderator?

Sejujurnya aku belum pernah menjadi moderator *hahaha*.

Menjadi moderator diskusi di kelas mungkin pernah sesekali. Untuk perform di depan umum pun hanya pernah sekali-dua kali jadi MC, itu pun bukan MC acara besar yang dihadiri ratusan orang.

Malam itu, tawaran yang dilontarkan dari Kak Muza, kakak senior di asrama, aku pikirkan. Ragu pasti ada. Bahkan sangat ragu! Betapa tidak, begitu ditawari pertama kalinya untuk menjadi moderator, acaranya setingkat nasional di Balairung, dan besok pula. What a challenge!!!

Sekilas penjelasan, acara tersebut bernama Indonesia Citizen Summit 2.0 yang bertujuan untuk mewadahi gerakan bersama sesuai dengan poin SDGs yang digagas oleh UN (United Nations) beserta negara-negara yang ikut serta dalam tujuan tersebut, termasuk Indonesia. Dan yang membuat aku excited  adalah... aku ditawari untuk menjadi moderator pada poin SDGs kelima, yaitu Gender Equality.. YEAYYYYY.. MY LUCK!!  
note : thanks to Izza yang sudah merekomendasikan diriku pada Kak Muza, luv you :3

Setelah menerima tawaran (dengan bismillah dan innalillahi), akhirnya aku mempelajari materi-materi yang mungkin berguna untuk mempersiapkan diri besok, seperti bagaimana cara menjadi moderator yang baik, bagaimana cara bersikap di depan umum yang baik, dan tentu saja materi mengenai kesetaraan gender dalam poin SDGs.

Esoknya, setelah kerja kelompok (maaf ya teman kelompok waktu itu diriku ijin nggak kumpul kelompok sampai selesai hehe), aku segera menuju Balairung. Dan ternyata audiensnya tidak 'seseram' yang aku bayangkan sih. Antara lega dan kecewa gitu karena pesertanya sedikit (mungkin bisa jadi masukan juga buat panitia acara :)). Tapi tidak apa, lihat dari sisi positifnya. At least, jika saya bertingkah memalukan, tidak begitu banyak yang lihat :P

Selama menunggu, aku terus berusaha untuk meredakan debar (asiik, kayak jatuh cinta) yang terasa. Beberapa kali menanyakan ke panitia kapan narasumbernya datang, supaya bisa mencairkan suasana dulu dengan narasumber gitu maksudnya. Untungnya narasumber datang beberapa saat sebelum sesi SDGs kelima dimulai, sehingga kami sempat berbincang sebentar.

Alhamdulillah, meskipun agak tergagap dan tergugup di awal, semua bisa teratasi dengan baik. Memang terasa sekali deg-degannya begitu naik ke atas panggung, tapi begitu sudah terbiasa dengan 'hawa' panggung, rasa deg-degan berkurang dengan sendirinya.

Dari pengalaman ini, aku banyak belajar. Belajar bagaimana cara menjadi moderator, belajar lebih dalam mengenai kesetaraan gender pada poin SDGs kelima, dan tentunya belajar tentang bagaimana cara mempersiapkan diri dalam waktu yang singkat, alias MENDADAK! hehehe...

Sekali lagi terima kasih atas kesempatannya Kak Muza dan kawan-kawan panitia. Semoga acaranya bisa lebih baik lagi ke depannya, karena sejujurnya, konsep acaranya keren bangettt!!
Makasih juga buat Izza yang sudah menjerumuskan  merekomendasikan diriku pada Kak Muza. Pokoknya love you lah Za :3
Makasih juga buat temen-temen yang sudah datang, salah satunya lele yang sempat membuat instatory, hahaha.

And the last, I want to share what Oscar Wilde said once : 
Experience is the hardest kind of teacher. It gives you the test first and the lesson afterward. 

poster acara

bersama kak yuli, kak muza, dan izza

Tidak ada komentar:

Posting Komentar